JONATHAN GABAY dalam bukunya yang berjudul: "SOUL TRADER" membongkar
tentang Kejahatan PERUSAHAAN POLITISI, PERIKLANAN. MEREK, PERBANKAN,
ROHANIAWAN MELALUI PEMASARAN, MEDIA PROPAGANDA KOTOR UNTUK MENGERUK
KEUNTUNGAN DARI MASYARAKAT. BELIAU MENYOROTI PERAN KEPONAKAN SIGMUND
FREUD yaitu EDWARD BERNAYS yang memanipulasi sejarah politik dengan
membentuk opini publik melalui propaganda media!
Edward Bernays: Sang Propaganda Yahudi
Edward Bernays adalah seorang pionir dalam bidang Hubungan Masyarakat
(HUMAS) yang lahir pada tahun 1891 dari keluarga Yahudi. Namanya sangat
termasyhur dalam bidang manipulasi pikiran manusia lewat jalan media
dan menjadi rujukan para manipulator di seluruh dunia.
Oleh karena itu, nama dan gambar Edward Bernays hingga saat ini
dipatok di dinding-dinding kuliah marketing sebagai soko guru yang
dengan cara cantik bisa menjual produk iblis dengan sangat laris.
Pada prakteknya, Bernays menemukan profesi Public Relation
(PR) pada tahun 1920 dan merupakan orang pertama yang mengambil ide-ide
Freud untuk memanipulasi massa. Ia menunjukkan (lebih tepatnya
mengajari) bagaimana caranya perusahaan bisa membuat orang-orang ingin
hal-hal yang sebenarnya mereka tidak perlu dengan cara sistematis lewat
keinginan sadar mereka.
James Sandorlini dari Chicago Media Watch dalam tulisannya “Propaganda: The Art of War”, menjelaskan bahwa Bernays telah menjalankan propaganda secara serius dengan mengabungkan psikologi individu dan sosial, opini publik, persuasi politik dan trik-trik marketing untuk menjalankan suatu hal yang tadinya ilusi menjadi kenyataan.
James Sandorlini dari Chicago Media Watch dalam tulisannya “Propaganda: The Art of War”, menjelaskan bahwa Bernays telah menjalankan propaganda secara serius dengan mengabungkan psikologi individu dan sosial, opini publik, persuasi politik dan trik-trik marketing untuk menjalankan suatu hal yang tadinya ilusi menjadi kenyataan.
Bukti keberhasilan mind control Bernays adalah kampanye
rokok perempuan di tahun 1920-an. Saat itu, Bernays berhasil membantu
industri mengatasi salah satu tabu sosial terbesar masyarakat Amerika
kala itu, yakni larangan perempuan merokok di depan publik. Dengan
“cantiknya”, Bernays menampilkan seorang wanita muda sedang memegang
rokok. Dengan teknik pemintalan kata-kata dan gambar film tentang
ratusan wanita yang sedang merokok, penjualan rokok di Amerika melambung
tinggi dan para wanita pun seolah tersihir untuk merokok.
Dan sekarang di Indonesia anda bisa bayangkan bagaimana mungkin,
rokok yang jelas-jelas haram dalam Islam bisa dianggap “barang wajib”
bagi umat Muslim, bahkan banyak sebagian umat kita malah berujar, “Jika
tidak merokok bisa mati!”. Ia yang menimbulkan penyakit, justru muncul
dengan pria gagah sedang memanjat gunung dan membelah lautan.
Bagaimana mungkin kredit yang jelas-jelas berlawanan dengan hadis
Rasulullah yang melarang dua jual beli dalam satu transaksi bisa dengan
sekejap mata menjadi transaksi paling diminati bangsa kita? Ia tampil
dari mulai televisi sampai tiang listrik, bahkan di jalan-jalan
terpampang foto-foto wanita cantik memakai tangtop dari mulai Jakarta,
Depok, Bekasi, Bogor, bahkan bisa jadi hampir di seluruh Indonesia.
Inilah yang disebut oleh Edward Bernays dengan propaganda. Ya aktor Yahudi yang dengan cantik menyulap sebuah kepalsuan.
”Kalau kita mengerti mekanisme dan motif-motif pikiran kelompok
tertentu, kini mungkinlah untuk mengontrol dan mengarahkan massa menurut
keinginan kita tanpa mereka mengetahuinya,” (Edward Bernays, Propaganda)
Plagiat Konsep Alam Bawah Sadar Ala Kabbalah Freud
Sebelum kita masuk kepada inti materi, saya akan jelaskan dulu siapa
dalang dibalik metode mind control Edward Bernays. Jika anda kuliah di
psikologi, pasti kita temuai bahwa nama pertama yang muncul adalah
Sigmund Freud. Tokoh Yahudi kelahiran Wina terebut bagai dewa di tiap
kampus psikologi, meski sejumlah teorinya sudah cacat baik dari segi
agama maupun penelitian ilmiah.
Sigmund Freud sendiri awalnya bukanlah psikolog, tapi seorang dokter
yang kemudian terlibat adalam studi kedokteran jiwa. Nama Freud kemudian
baru melambung ketika ia mencetuskan apa yang ia sebut dengan
psikoanalisis. Psikoanalisis adalah metode psikologi yang menjelaskan
bahwa sejatinya kepribadian manusia digerakkan oleh alam bawah sadar.
Ketimbang alam sadar, dan alam pra sadar, Alam Bawah Sadar manusia
memainkan sekitar 80% kehidupan manusia. Dalam alam bawah sadar
tersimpan segala jenis keinginan yang kesemuanya bersifat
biologis-duniawi, seperti makan, minum, seksualitas, keindahan fisik,
dan lain sebagainya. Makanya itu Freud berujar bahwa manusia digerakkan
oleh insting biologis yakni libido.
Secara sederhana, untuk mengidentifikasi, apakah alam bawah sadar
itu, kita bisa melihat dalam konteks mimpi. Menurut Freud bayangan
perempuan dan kehidupan kita yang muncul dalam mimpi adalah perwujudan
dari manifestasi alam bawah sadar yang tidak bisa terlaksana dalam dunia
nyata. Ketika seseorang ingin hidup kaya, namun ia tidak mampu,
gambaran kehidupan kaya akan muncul lewat mimpi. Jika seorang laki-laki
mendambakan perempuan yang dicintainya namun tak dapat terlaksana pada
kehidupan yang riil, ia akan tampil lewat mimpi.
Maka itu, kerap didapati ketika Freud menangani penderita sakit
maupun gangguan jiwa, ia meminta pasiennya untuk mengeluarkan alam bawah
sadar terpendammnya. Pasien disuruh tidur dalam suasana rileks dan
mengingat-ingat apa yang ada dalam alam bawah sadarnya. Teknik inilah
yang ia namakan dengan istilah asosiasi bebas dan sedikit banyak dalam
praktek hipnosis.
Lantas dari manakah Freud menemukan konsep tentang alam bawah sadar?
apakah hal itu murni dari pemikiran Freud? Ternyata tidak, Freud hanya
menjiplak pemikiran Karl Eduard von Hartmann (1824-1906). Von Hartmann
adalah filsuf ternama Jerman yang mencampurkan ide-ide Arthur
Schopenhaur (1788-1860) dengan mistisisme Yahudi (Kabbalah) dan menulis “Philosophy of the Unconsiousnous” pada tahun 1869, yang sangat mempengaruhi anak muda bernama Sigmund Freud.
Perlu dicatat, Von Hartmann juga mengkombinasikan pantheisme dengan
panlogisme di dalam bara pembayangan Schelling di dalam Filsafat
Positifisme yang memang lahir dari hasil pemikiran Kabbalah.
Oleh karenanya, amat beralasan ketika Sanford L. Drob, seorang pengkaji Psikologi Klinis, dalam tulisannya “Freud and Kabbalah”
menyatakan bahwa dampak Yahudi terhadap Freud dan pemikrian
psikoanalisisnya telah menjadi subyek dari sejumlah perawatan selama
bertahun-tahun.
Tidak hanya itu, David Bakan (pada tahun 1957), salah seorang pendiri
psikologi Humanistik, juga memiliki pandangan serupa. Ia berupaya
menarik kesejajaran antara psikoanalisis dan mistisisme Yahudi. Bahkan
Bakan mencoba untuk menunjukkan bahwa Freud adalah seorang
"kripto-Sabbatean", seorang pengikut sekte sesat Shabbatai Zevi
(1626-1676) yang mengklaim diri sebagai Mesiah pada abad ketujuh belas
di Polandia.
Oleh karena itu pada akhirnya, Sanford L. Drob berkesimpulan bahwa
terjadi banyak persamaan antara psikoanalisis dan berbagai praktek,
metode hermeneutika, dan pengaturan kelembagaan Kabbalah. Secara panjang
lebar, ia menulis,
“Di sini saya hanya bisa memberikan garis besar singkat tentang
kaitan antara teori Freud dan teosofi Lurianic. Menurut Freud
perkembangan individu melibatkan penyaluran energi prokreasi (libido).
Energi ini sejalan dengan Kabbalist’s atau Ein-Sof (Cahaya yang tak
terhingga) yang kemudian dimodifikasi kedalam struktur, ego, dan
superego. Fungsi dari hal ini adalah bertugas untuk menyalurkan dan
mengatur pancaran emanasi lebih lanjut kepada libido individu,
sebagaimana Sefirot dirancang sebagai kapal untuk menyalurkan cahaya dan
energi dari kehendak Tuhan.”
Edward Bernays dan Skenario Politik Yahudi
Maka oleh karena itu, kerja-kerja Bernays tidak lepas dari misi-misi
yang sejalan dengan Yahudi. Bagaimana merekayasa sebuah produk
kebathilan tapi dibutuhkan. Bagaimana menjadikan kebenaran dipojokkan
sebagai ilusi, dan kesesatan diangkat sebagai metode baru menikmati
kehidupan.
Tengoklah ekonomi dan akidah umat kita saat ini. Semuanya hancur
lebur lewat serangkan aksi Yahudi yang memasarkan Riba, Kredit, hutang,
lewat iklan-iklan di televisi. Dan sayangnya banyak dari kita bagai
mengikuti seekor biawak yang masuk ke lubangnya, meski kita sudah tahu
keharamannya. Padahal Allah dan Rasul-Nya jelas-jelas menyatakan perang
bagi pemungut riba.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang
beriman. Jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika
kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta
kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 278-279)
Pikiran kita pun terus dikontrol untuk senantiasa meninggikan sistem
buatan manusia. Kita saat ini sudah menjadi sekumpulan umat yang
menyembah demokrasi sebagai jalan terbaik. Maka tak heran, organisasi
Islam dan umat muslim berbondong-bondong berebut masuk ke Senayan
setelah sebelumnya dipropagandakan lewat survei-survei dan hingar bingar
pesta rakyat sebagai keharusan bangsa yang maju. Maju versi siapa? Maju
versi Yahudi.
“Kita harus mampu memberikan semangat agar para aktifis partai saling berebut kursi pemerintahan.” (Protokol of Zion 4)
Sejatinya trik-trik murahan itu tidak lain buah dari seorang Yahudi
bernama Edward Bernays. Filosofinya memang tidak sepele: Ketika propduk
kesesatan ditampilkan terus menerus ia bisa menjadi kebenaran. Ketika
opini umum sudah sama, maka disitulah kebenaran dan kebathilan menjadi
kabur untuk didefinisikan.
Bernays memang memiliki track record mengendalikan opini politik
publik. Peningkatan pesat Partai Nazi di Jerman tidak lain adalah hasil
dari cara-cara marketing “brilian” Bernays. Ketika tokoh Nazi Joseph
Goebbels meninggal, para aparat menemukan buku Propaganda karya Bernays
di kamarnya. Bernays sendiri mendadak kaya raya. Berkat temuannya itu ia
naik daun menjadi konsultan berbagai perusahaan besar Amerika. Termasuk
membantu United Fruit Company, yang punya bisnis pisang di Guatemala
pada 1953.
Caranya, bekerja sama dengan CIA menggulingkan Presiden Guatemala
Jacobo Arbenz Guzman yang terpilih secara demokratis. Bernays, antara
lain, menyebarkan 300.000 brosur lewat pos dengan menuduh Presiden
Guzman adalah komunis. Ilmu sihir media ini memang mudah digunakan untuk
memanipulasi. Jadi jangankan Demokrasi, Nazi saja yang jelas-jelas
rusak citranya, bisa dipoles dengan baik oleh Bernays.
“Ada suatu langkah yang mampu membikin opini umum, yaitu kita
harus mengajukan berbagai pandangan yang dapat menggoyahkan
keyakinan-keyakinan sebelumnya yang sudah tertanam di hati dan pikiran
masyarakat. Kalau usaha ini belum mendapatkan perhatian, maka masyarakat
harus diberikan pandangan lagi yang secara sosial dapat diterima.
"Dengan cara ini, keyakinan lama yang sudah tertanam di hati
manusia akan tergoyahkan, dan pada akhirnya akan tumbang, lantaran
terdepak oleh perkembangan zaman. Pada akhirnya pendapat dan pandangan
yang tidak searah dengan tujuan Yahudi (yaitu menjadikan ummat manusia
hanya memuja materi, pen) akan musnah, dan di dunia akan jatuh ke dalam
perangkap kesesatan.” (Protocol of Zion 5). Wallahua’lam.
Sumber: